MENGGALI POTENSI DIRI MELALUI CERITA DAN PUISI: Bagaimana Menulis Cerita Anak?
DENGAN SASTRA KITA BERBAGI RASA

Senin, 23 Agustus 2010

Bagaimana Menulis Cerita Anak?

Oleh Sardono Syarief


Dewasa ini sering kita saksikan perilaku buruk anak di hadapan orang lain. Tak sedikit dari mereka yang bersikap tidak sopan terhadap orang tua maupun guru. Kekurangsopanan mereka di antaranya adalah; tak mau bertegur sapa kepada orang yang pernah dikenal, jalan bahkan lari di hadapan orang tua yang sedang berdiri-tanpa minta permisi, makan sambil melenggang di jalan umum, tidak menempatkan unggah-ungguh dalam memberikan sapaan, seperti memanggil nama orang yang lebih tua hanya namanya saja, dan masih banyak contoh lain lagi yang kurang enak didengar telinga.
Penyimpangan sikap dan perilaku ini tentu saja terbentuk dari lingkungan pergaulan mereka sehari-hari. Lingkungan yang tak pernah menanamkan sikap dan perilaku baik, mana mungkin akan menghasilkan buah yang baik? Sebaliknya, lingkungan yang selalu menghadirkan pengaruh sikap positif, besar kemungkinan akan membuahkan hasil yang positif pula. Untuk dapat mengubah perilaku agar anak-anak bisa bersikap positif sebagaimana yang kita harapkan, ternyata dongeng atau cerita anak memiliki peran yang cukup penting.
Cerita anak maupun dongeng ternyata dapat dimanfaatkan juga oleh orang tua atau guru sebagai salah satu media untuk menanamkan budi pekerti baik pada anak. Penyampaiannya bisa secara lisan di tengah-tengah keluarga atau di depan kelas oleh guru. Demikian pula bisa disampaikan secara tertulis, misal lewat buku, majalah, ataupun koran. Sekarang, tinggal bagaimana cara yang bisa kita tempuh apabila kita ingin menyampaikannya lewat bahasa tulis?
Nah, agar kita bisa menghadirkan dongeng atau cerita anak dengan bahasa tulis, ada sedikitnya 5 (lima ) unsur yang perlu kita persiapkan. Dari kelima unsur tersebut, antara lain:
1. Tema, yaitu pokok masalah yang ingin kita sampaikan kepada anak. Bisa masalah budi pekerti, masalah pentingnya persahabatan,masalah petualang, masalah pendidikan, masalah kedisiplinan, masalah kerajinan, dan masalah-masalah yang lain.
Jika kita menulis cerita tentang kepahlawanan, berarti tema tulisan kita kepahlawanan. Jika yang kita tuangkan membahas masalah sopan-santun, berarti kita menulis cerita yang bertemakan budi pekerti, dan lain sebagainya.
2. Tokoh, yaitu pelaku dalam sebuah cerita. Pelaku ada dua kelompok. Pelaku utama dan pelaku musuh. Dalam sebuah cerita, pelaku utama sering disebut lakon atau protagonis. Sedangkan pelaku musuh, sering diistilahkan lawan atau antagonis.

Untuk menulis sebuah cerita, kedua macam pelaku tersebut harus kita hadirkan. Dan biasanya, pelaku utama (protagonis), akan selalu dimenangkan. Sebaliknya, pelaku musuh (antagonis), akan berakhir kalah.
3. Alur, yaitu jalan cerita dari awal hingga akhir. Alur sering disebut juga plot cerita. Alur dapat menggambarkan atau merangkai cerita dari awal sampai akhir dengan manis dan enak dibaca.
Ibarat kita naik sepeda motor, jalan yang kita tempuh itulah alurnya. Jika jalan tersebut lurus, halus dan tak berbelok-belok, tentu kita akan merasakan nyaman dalam berkendaraan. Sebaliknya, bila jalan tersebut banyak liku dan berlubang, tentu kita merasakannya tak enak di badan.
Demikian pula alur atau jalan cerita. Jika kita merangkai cerita pada alur yang lurus, alur yang mudah dipahami arahnya, maka sebagai pembaca tentu akan berkomentar; ini cerita bagus! Atau ini cerita jelek, karena sulit dipahami arah alur ceritanya.
4. Latar, yaitu ruang dan waktu serta suasana lingkungan tempat cerita bergerak, menyatu dengan tema, tokoh, maupun alur ceritanya. Latar sering disebut setting cerita. Latar juga sering dikatakan sebagai tempat cerita itu terjadi. Apakah di pegunungan, di tepi pantai, di kota besar, di dalam rumah, di sekolah, atau di tempat-tempat lain yang sesuai dengan tema cerita?
5. Gaya, yaitu cara atau teknik pengarang dalam menulis atau menyampaikan cerita. Kita bisa menulis cerita dengan gaya humor, serius, santai, dan semacamnya menurut teknik yang kita inginkan. Satu hal yang perlu kiga ingat! Jangan sekali-sekali kita menulis dengan gaya menggurui pembaca. Sebab meskipun masih kecil, anak-anak tidak mau dianggap selamanya bodoh.
Ingat! Dongeng atau cerita anak yang baik adalah cerita yang ditulis secara sederhana, namun penuh isi dan makna, tidak keluar dari tema, tepat dalam pemilihan tokoh, mengandung pesan berharga, enak dibaca, mudah dipahami, serta dapat meninggalkan kesan yang mendalam bagi pembaca.
Untuk bisa menghasilkan semua itu, dalam mengawali tulisan pada cerita pun kita harus dapat memilih kata dan kalimat yang bisa menarik hati pembaca. Karena sebuah cerita yang pembukaannya kurang menarik, pasti akan ditinggalkan begitu saja oleh pembacanya. Dalam hal ini anak-anak.

Nah, jika sekiranya kita semua sudah mampu merangkai dongeng atau cerita dengan bahasa tulis, terutama untuk menanamkan budi pekerti baik kepada anak-anak, mari kita mulai sejak sekarang! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar